Niat ikhlas sebenarnya mudah dilakukan. Namun tidak sedikit yang tergelincir di tengah jalan lantaran menemui cobaan dan rintangan hidup. Akhirnya, niat ikhlas itu terasa sukar untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
Ikhlas membawa maksud menjadikan hanya Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan dalam beramal. Bukan untuk mendapat pujian, harta, kedudukan, ataupun populariti.
Setiap orang lebih-lebih lagi mereka yang aktif memperjuangkan dienullah (agama Allah) sangat-sangat berhajat kepada keikhlasan. Aktivis da'wah yang tidak ikhlas niscaya takkan mampu meneruskan perjalanan yang panjang di atas jalan da'wah yang penuh duri dan rintangan ini.
Musthafa Masyhur berkata, "Jalan da'wah memerlukan kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera dan tanpa putus harapan, usaha dan kerja terus menerus, bahkan kita hanya disuruh berusaha dan beramal, tidak disuruh melihat hasil dan buahnya."
Hanya dengan hati yang ikhlaslah, apa yang dikatakan Musthafa Masyhur itu dapat dicapai. Orang yang menghendaki keuntungan dunia tidak akan mampu membuat kerja yang banyak dan terus menerus jika ia tak segera mendapat keuntungan dunia yang dicarinya. Dan orang yang riya' juga tak akan mampu berkarya banyak dan terus menerus jika pujian dan sanjungan tak kunjung diterimanya.
Sesungguhnya dalam jalan da'wah itu sendiri telah ada " alat penguji" kebersihan hati buat para da'i (pendakwah). Mereka tak boleh ditipu dengan bentuk tawaran keduniaan, kedudukan atau ugutan dan ancaman pihak tertentu dalam keadaan apa sekalipun. Mereka pasti menghadapi semua ujian dan rintangan, waktu susah yang panjang serta cercaan dan tuduhan palsu di jalan da'wah ini dengan hati yang tabah dan berserah hanya kepada Allah SWT.
Oleh karena itu untuk melahirkan niat yang betul-betul dipandang ikhlas oleh Allah SWT perlu seseorang itu memenuhi beberapa kriteria di bawah ini. Landasannya hendaklah seperti berikut ini.
1. Memiliki Ilmu
Tak ada suatu pekerjaan yang boleh dikerjakan dengan baik jika tak ada ilmu tentangnya. Mungkin itulah yang dimaksudkan oleh Nabi Khaidir as. dengan kata-katanya kepada Nabi Musa as.: "Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (QS 18: 68).
Maka benarlah Nabi Musa as. tak dapat menyabarkan dirinya, karena ia tak memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa yang dilakukan Nabi Khaidir as.
Kita tak mungkin berlaku ikhlas jika tak mengetahui erti keikhlasan dan kepentingannya dalam beramal. Ilmu asas yang diperlukan adalah ilmu tentang Allah SWT, ilmu tentang akhirat beserta surga dan neraka-Nya. Selain itu, ilmu tentang janji dan ancaman, ilmu tentang hakikat yang tak ada lagi keraguan di dalamnya, serta pengetahuan yang cukup luas mengenai sirah Nabi SAW dan sahabatnya. Lihatlah bagaimana mereka telah mengukir keikhlasan yang tiada taranya dalam dada mereka.
Kenal pada Allah SWT adalah pintu untuk mentauhidkan-Nya. Menurut Yusuf Qardhawi dalam buku Niat dan Ikhlas, "Ikhlas merupakan salah satu buah tauhid yang sempurna terhadap Allah SWT. (hal. 18).
Seseorang yang mengenal Allah SWT dengan sebenarnya tentulah tak akan berani berbuat syirik. Apalagi meninggalkan arahan dan perintah-Nya. Ia meresapi dan meyakini betapa Maha Kuasa-Nya, Maha Keras adzab-Nya, Maha Tahu segala sesuatu, dan sebagainya.
Dengan demikian seseorang itu tatkala dijangkiti penyakit riya, sum'ah, dan 'ujub pastinya dia akan menjadi takut dan malu pada Yang Maha Melihat dan Mengetahui niat-niatnya yang busuk dan kotor dalam beramal. Apabila ditambah lagi pengetahuan yang menumbuhkan iman tentang hari akhirat, surga, dan neraka, insyaAllah ia akan semakin mudah untuk tidak membiarkan diri terlena karena asyiknya menikmati pujian dan populariti diri. Karena di akhirat nanti semua amal akan ditimbang seadil-adilnya. Dan yang paling pertama diperhitungkan adalah niat dalam beramal.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal itu dengan niat. Siapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu pada apa yang diniatkannya itu." (Muttafaqun Allaih).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW
bersabda, "Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa-apa
yang dilarang Allah."
(HR Bukhari-Muslim).
2. Perbanyak Membaca al-Qur'an
Jalan utama yang dapat mendidik kita pada niat ikhlas adalah mempertingkatkan hubungan dan interaksi dengan al-Qur'an. Imam Hasan al-Banna telah menempatkan kewajiban membaca al-Qur'an dengan sungguh-sungguh sebagai kewajiban pertama seorang mujahid.
"Orang yang tak mempunyai wirid
al-Qur'an, pada hakikatnya telah mengidap suatu penyakit tetapi ia tidak
menyadarinya. Iman yang ada dalam hatinya telah mulai luntur namun
ia tidak menyadarinya."
(Said Hawa, Membina Angkatan
Mujahid 2, hal. 305).
'Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb-mu dan penyembuh bagi penyakit dalam dada serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS 10: 57).
Riya, 'ujub dan sum'ah adalah penyakit
paling berbahaya bagi hati. Dan al-Qur'an adalah obat baginya.
Mungkin itulah sebabnya Imam Hasan al-Banna pernah menyatakan, "Cukuplah
bagi seorang saudara Muslim merenungkan kitabullah dan menelaah kitabullah
dan sirah Nabawiyah. Niscaya la akan sampai pada tujuan tanpa harus bersimpang
siur." (Hasan al-Banna, Kajian Penting dalam Sirah Nabi dan Sejarah
Islam,
hal. 11).
Jika seorang da'i banyak bekerja tanpa meluangkan waktu untuk merenungkan al Qur'an dan mempelajari sirah, hendaklah berhati-hati. Karena boleh jadi, ia akan banyak berijtihad sendiri tanpa nilai-nilai Qur'ani yang seharusnya menjadi landasannya. Kalau sudah begini, pastilah jalannya akan menyimpang. Dan penyimpangan jalan itu pasti menghentikan langkahnya karena setiap penyimpangan di jalan da'wah merupakan sebuah jalan menuju kebuntuan.
3. Melakukan Amal Rahsia
Memperbanyak amal-amal rahsia akan membantu kita untuk berlaku ikhlas. Cukuplah kita merasa bahawa Allah SWT saja Yang Maha Mengetahui dan Dia sajalah yang selayaknya memberi balasan atau ganjaran. Dengan demikian manusia semua dipandangnya jadi kecil, karena tidak berhak apa-apa untuk menilai pekerjaannya dan tak pula mempunyai kuasa memberi ganjaran.
Hati yang seperti ini menjadikan pemiliknya akan mampu menghadapi semua ejekan, cercaan, tuduhan palsu dan fitnah yang datang dari siapa pun. Ia akan berlapang dada menerima kritikan dan peringatan. Bahkan senang untuk mendengarnya. Tak perlu banyak berdalih, dan tak perlu banyak alasan.
4. Hindari Saling Memuji
"Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa.' (QS 5:2).
Rasulullah SAW pernah mengatakan
pada seseorang yang memuji orang lain di hadapannya. "Celaka kamu,
engkau telah memotong leher temanmu. Kalau ia mendengarnya ia tidak
beruntung." Dalam kesempatan yang lain Rasulullah bersabda, "Apabila
seseorang dari kalian harus
memuji saudaranya, hendaknya ia berkata: "Saya menduga si fulan begini.
Dan saya tidak memastikan suatu atas seseorang. Cukuplah baginya
Allah, apabila ia melihat demikian."
(HR Bukhari-Muslim).
Dr. Majdi Hilali berpesan, "Saudaraku fillah (bersaudara kerana Allah), jika engkau benar-benar menginginkan kebaikan atas diriku, maka janganlah memuji di hadapanku (Cinta Kepada Sudara Fillah, hal. 17).
Alangkah baiknya jika para da'i saling membantu dalam keikhlasan dengan mengurangi perbuatan saling memuji. Kita tak tahu sampai sejauh mana sebuah pujian akan berpengaruh pada hati orang yang kita puji. Jika ia adalah saudara fillah yang sedang berusaha untuk ikhlas, maka jangan memujinya. Karena dengan memujinya seolah-olah kita menambahkan ketulan batu di bahunya. Maka tolong menolonglah dalam kebaikan dan taqwa dengan tidak banyak memuji. Namun tidaklah pula ini bermakna kita tidak menghargai apa yang dilakukan oleh saudara kita. Justeru itu perlulah kita saling membantu dan lengkap melengkapi dalam setiap amalan khususnya yang berhubung dengan amal Islami Jama'ie.
5. Berdoa
Mengadakan tujuan selain Allah SWT adalah syirik kecil. Kata Nabi saw syirik kecil itu bagaikan semut hitam kecil yang berjalan di atas batu hitam di malam yang gelap gulita. Justeru itu Nabi SAW mengajar kita untuk berdoa kepada Allah SWT: 'Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari mensyirikkan-Mu dengan apa-apa yang kami ketahui. Dan kami mohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa yang kami tidak ketahui."
Doa merupakan induk ibadah dan Doa itu senjata Mukmin.
Imam Al Ghazali berkata, "lkhlas membuat keadaan selalu segar dalam jiwa, karena ikhlas menjadikan menusia mengetahui dan rnemperhitungkan sesuatu dengan baik, di waktu senang maupun susah." (Hakikat Ikhlas dan jujur, hal.31)
Telah menjadi ketentuan Allah kepada kaum mu'minin, dalam berda'wah harus bebas dari segala niat yang kotor atau busuk. Barangsiapa berniat baik, Allah menjadikannya pengembang da'wah. Barangsiapa menyimpan kebusukan di hatinya, Allah tidak akan menyerahkan da'wah ini kepadanya.
Untuk membedakan antara yang hak dan yang bathil, sunnatullah pasti akan berlaku dalam bentuk ujian dan cobaan.
Seorang syahid berpesan, "Tahukah mengapa engkau tak kuat menahan khutbah yang panjang dan shalat yang panjang ? Karena hatimu kosong, tidak teguh, kau takut dan menggeletar manakala penguasa memarahimu atau membuat tuduhan padamu, kau selalu cemas, tidak mantap dan tidak teguh selamanya...,"
Hati mereka bergetar kenapa?
Karena tidak ada keikhlasan di dalamnya....
Hati yang ikhlas sepatutnya bergetar bila disebut nama Allah dan bertambah keimanannya kepada Allah SWT.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (Al-Anfal ayat 2)
(Susun semula daripada Majalah ISLAH edisi 75 Tahun IV)